the-drama-king


Sabtu, Maret 21, 2009

[catatan akhir] kopdar kemarin

Ya, ada banyak sekali hal yang terjadi dalam kopdar kemarin. Saya tahu Enda mau datang. tahu saya dan mus sudah bilang tidak akan datang. nyatanya saya pergi juga. Bersama nanie, anbhar, ina, made, dan anhie menemani Enda minum sarabba di sungai cerekang.
Apa yang terjadi? Saya sudah tahu ada yang salah. Tawa yang begitu lepas, perasaan yang begitu liar, pasti akan terjadi sesuatu. Itulah feeling saya. Dan memang benar. Kejadiannya selepas sesi minum sarabba itu. Sebelum sampai di warung sarabba, saya sudah diberi tahu oleh beberapa orang bahwa ban motor saya kempes. Saya menganggapnya wajar saja, siapa yang saya bonceng? Enda, dengan bodi yang segede gede arca juga. Apakah itu yang menjadi masalah? Bukan. Tapi pelajaran yang saya dapatkan berikutnya.
Tidak mungkin saya menyuruh Enda ikut dengan saya mencari tukang tambal ban yang saya sendiri tidak tahu, jam 10 malam masih ada yang buka atau tidak. Dan dimana? Walaupun saya yakin Enda akan ikut juga, tapi hey, this is my problem. Dia kan tamu. Jadinya dia balik ke hotel naik taksi. Jadilah saya dengan anhie (ya, anhie!) berjalan menembus lorong demi lorong di merapi untuk mencari tukang tambal ban berdasarkan wangsit yang diberikan oleh tukang parkir di penjual sarabba.
Peluh yang turun, dan perasaan was-was terus mengikuti saya mencari tukang tambal ban. Perkataan yang menghibur diri sendiri terus diucapkan, untuk memberikan sugesti bahwa saya tidak akan mendorong motor sampai di cendrawasih. Ternyata benar. Dekat mesjid di merapi ada tukang tambal ban. Segeralah saya parkir dan duduk manis menunggu motor saya dikerjakan.
Disinilah pelajarannya dimulai. Ada hal yang menarik terdengar dari obrolan selama saya menunggu ban saya ditambal. Sang anak, entah karena alasan apa menyuruh sang ibu untuk pulang saja. Karena tidak ada yang dia bikin di tempat tersebut selain menunggui sang ayah. Katanya percuma saja. Sudah tidak ada gunanya lagi. Dan disaat semua perkataan mereka saling bantah, sang ayah bilang,
“sudah. Kamu pulang saja. Motor itu bisa diisi bensin uangnya dari mana? Kalau saya yang jaga sendiri siapa yang mau bakar besinya?”
Degh. Sebegitu berarti uang bagi mereka. Sang ibu pun mengeluarkan korek untuk membakar tungku yang digunakan untuk press ban. Ya, ini press ban sangat konvensional. Dengan besi yang dipanaskan, yang akan membuat lapisan penempel ban menjadi melekat. Apa yang saya lihat? Bukan kompor minyak tanah, bukan kompor gas, tetapi tungku yang dia gunakan masih menggunakan kayu bakar. Masya Allah. Makanya saya heran, untuk apa penutup di sekitar tungku dia bikin? Rupanya untuk membuat kobaran api dari kayu tidak melebar kemana-mana. Sang ibu senantiasa mengipasi dan menambah kayu sedikit demi sedikit sampai dia rasa sudah cukup panas untuk menaikkan besinya. Asap yang pekat hasil senyawa minyak tanah dan kayu bakar tidak terlalu diperhatikannya. Asalkan besi yang dipanaskan mendapat api yang baik.
Sesetia itukah sang ibu kepada suaminya? Rasanya iya. Dari perkataannya kemudian kepada sang anak,
“kamu pulang saja. Biar saya tmani bapakmu disini.”
Saya masih terus berusaha berbicara dengan anhie. Agar pikiran ini tidak terus mengarah kepada keluarga ini. Sebenarnya bagaimana kehidupan mereka? Mengapa sang bapak, di usia itu masih bekerja? Mengapa ada begitu banyak hal sederhana yang mereka rasa cukup besar?
Mungkin inilah yang ingin ditunjukkan kepadaku malam ini. Karena memang benar, segala kegelisahan yang muncul sedari pagi hilang tidak berbekas. Hanya perasaan lega dan hati yang tertolong yang tersisa. Selama ini saya yang kurang menghargai seberapa besar rupiah yang saya pegang, yang terkadang sehabis mendapat rejeki lupa memberikan bagi mereka yang berhak, terkadang begitu sombong dengan kebahagian semu. Ada begitu banyak bentuk kebahagian diluar sana. Selepas dirumah, saya langsung melihat ke dalam kamar bapak dan mamak. Melihat gurat lelah di wajah mereka, melihat rambut yang mulai memutih di kepala mereka, dan melihat mungkin mereka pun pernah melakukan hal yang sama, berjuang segenap tenaga supaya saya bisa sampai pada titik ini. Saya malu.
Terima kasih kepada Enda Nasution yang sudah datang ke Makassar, dan membuat kopdar sangat dadakan. Saya akhirnya semakin yakin bahwa kita tidak pernah tahu siapa yang kita temui dan pelajaran yang kita dapat. Nanie yang menjebakku ikut. Maaf untuk Mus karena saya meninggalkan kantor. Tetapi ketika saya tidak pergi, saya tidak mungkin mendapatkan pelajaran ini. Dan saya tidak bisa membayangkan “cara lain” yang diberikan Tuhan untuk saya.
Terima kasih.

Label:

posted by The Drama King @ 20.55, ,


Senin, Maret 02, 2009

This is the end?

Ya, ada banyak cerita di yudisium kali ini. Apakah ini memang akhir dari perjalanan kami di kampus? Ataukah hanya sedikit kisah yang berarti dari perjalanan kami semua? Rupanya setiap perjalanan memang harus memiliki akhirnya masing-masing. Memang masih ada prosesi wisuda yang harus diikuti per bulan maret nanti, tapi bisa dikatakan yudisium inilah yang menjadi titik akhir perjalanan kami di kampus.

Kuliah, bolos, tugas, himpunan, kerja, itulah sebagian yang menjadi bagian hidup selama menjadi mahasiswa di Unhas. Pertanyaan apakah yang akan terjadi seandainya dulu saya memutuskan berkuliah di Poltek? Mungkin tidak seperti ini prosesi yudisium dan narsisme yang saya lakukan bersama teman-teman.



Teman-teman, ah ya. Mereka. Mereka yang telah menemaniku menghabiskan banyak skali waktu di kampus ini. Walaupun sempat ”hilang” selama 2 tahun pertama (yang pada akhirnya saya mengakui ini tindakan bodoh), saya mengukir banyaka sekali cerita bersama mereka. Bersama di ruang kuliah, bersama di setiap even kosmik, melalui banyak cerita, tawa, sedih, dan masih banyak lagi. Walaupun pada mulanya ego yang besar merajai diri, ”apakah saya bisa berteman dengan mereka”, ternyata jawaban yang saya dapatkan iya. Mereka yang bisa membuatku nyaman diri sendiri.

Proses mengerjakan skripsi yang menguras banyak tenaga, air mata, berbuah sedih, senang, dan masih banyak cerita yang ada ternyata berbuah manis. Memang sesuatu yang dikerjakan dengan sepenuh hati bisa menghasikan sesuatu yang baik pula. Saya semakin mempercayai itu. saya sudah tahu nilai untuk skripsi saya ”A” pada saat mengurus surat kelulusan sementara di akademik. Pak Farid, salah satu penguji saya pun mengatakan supaya saya tenang saja. Nilai saya dijamin bagus. Tapi kegalauan hati yang menganggap ”apa iya skripsi saya yang masih banyak kurangnya itu bisa bernilai bagus?” masih terus mendera. Dan jawaban sebenarnya tentang berapa nilai untuk skripsi saya kemarin terjawab. 3, 75. bukan hanya saya saja yang terkejut, beberapa teman juga sempat mengucapkan selamat. Nilai tertinggi dari 16 orang yang ujian meja kali ini. Benarkah hanya dari skripsi saja? Saya mengingat kembali perkataan Pak Iqbal, PA saya, selepas ujian meja, ”kamu beruntung karena terbiasa berbicara di depan umum. Itu membuat para dosen percaya dengan semua argumen kamu”. Pyuh. Walaupun banyak orang yang menganggap apalah nilainya skripsi, tapi ketika kau mengerjakannya dengan sepenuh hati, begadang sekian malam, menerjang hujan dan badai, maka ketika mendapat harga yang pantas untuk itu, saya hanya bisa mengucapkan, terima kasih.

Prosesi yudisium kemarin membawa sedikit kehebohan, karena selepas sholat jumat, pak edy sudah mau sekali untuk melakukan yudisium (sudah tidak sabar melihat senyum kami ya pak? =D), dan beberapa teman belum datang. Berbekal panic mode On yang terjadi, sms pun terkirim. Saya mengirim untuk mamar dan achie, sedangkan yang lain mengirimkan untuk yang belum datang. Akhirnya! Dimulai juga. Walaupun anak ekstensi belum pada muncul (dan pak edi bersikeras menunggu mereka, padahal dari tadi sudah marah-marah menyuruh kami menghubungi anak-anak!) yudisium itupun dimulai! Dengan sepatah dua patah dan banyak patah kata, pengumuman nilai semua (calon) wisudawan disebutkan. Mungkin nilai kejutnya sudah hilang karena saya, ballo, dan beberapa teman lain sudah mengetahui nilai kami, tapi biarlah! Kami juga turut bergembira atas nilai teman-teman yang lain.

Dan prosesi terakhir? Tentu saja foto-foto! Baruga menjadi tema utamanya (habis tidak ada lokasi yang lain!). inilah sesi ternarsis yang pernah dijalani. Dilihati orang yang lalu lalang tidak menghalangi kami meluapkan apa yang telah terjdi. Berbagi pose, tawa, senyum terus terlontar. Terima kasih untuk para fotografer tercinta! Uchk, andy, dan Baqir. Yang terakhir, sahabat di spice tentu saja. Karena yudisium kali ini memisahkan kami juga. Saya, ballo, wuri, fufu, echy, telah melalui batas itu. Yang tersisa? Keda, Baqir, dan Emz. Ayo teman! Kalian pasti bisa!

Oh betapa yang namanya perjalanan. Pasti akan ada titik persimpangan. Dimana kami harus memilih jalan yang akan kami tempuh masing-masing. Selamat berpisah teman! Tapi tenang, ini bukan akhir yang akan menjadi penutup dari kebersamaan kita bukan?


Label:

posted by The Drama King @ 07.59, ,


Rabu, Februari 25, 2009

Monita oh Monita

Ada satu hal yang merusak perhatian saya ketika sedang berburu mp3 disini. Selain karena banyak sekali file lagu yang belum saya miliki (arggghhhh!), saya kagum dengan skinnya yang bisa berubah. Antara Katy Perry ataukah Lady Gaga. Oke bukan itu yang paling merusak perhatian saya, yang ada adalah, diantara Beyonce, Hillary Duff, Kate Voegele, Tiziano Ferro, saya mendapati nama Monita Idol. Ya, jebolan Indoensian Idol ada diantara artis-artis hebat itu. Diantara para idol juga, inilah salah satu cewek kesenangan saya. Selain Nania dan Ghea tentu saja.



Entahlah. Mungkin sudah banyak artis kita yang masuk ke dalam list situs luar negeri. Tapi yang masuk daftar download? Dan bagaimanapun juga, kalau lagu barat mungkin kita bisa mengerti. Lagu indo didengerin sama orang bule? Have no clue about this. Tapi saya bangga. Dengan vokal jazzy milik Monita bisa menarik perhatian siapapun yang mereview lagu ini. Btw busway, Monita sekarang dimana yah?

Label:

posted by The Drama King @ 00.38, ,